Budaya literasi telah banyak diterapkan di sekolah-sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis siswa, serta meningkatkan mutu pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai pengembangan dari Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti pada Anak. Awal peluncuran GLS sendiri dilakukan secara simbolis dengan memberikan buku-buku paket bacaan yang didistribusikan di berbagai sekolah sebagai tonggak budaya literasi
Literasi pada dasarnya mengacu pada kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan ini juga tidak bisa dilepaskan dari kemampuan menyimak dan berbicara. Dengan demikian, literasi identik dengan kemampuan menyeluruh keterampilan berbahasa yang terdiri dari kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu seorang dikatakan literate (terdidik) apabila ia menguasai keempat keterampilan berbahasa. Dari ke empat keterampilan berbahasa tersebut, keterampilan membaca dan menulis perlu terus dipelajari, dilatih, dan dibiasakan secara konsisten.
Upaya menanamkan budaya literasi agar seorang anak dapat mengembangkan kemampuan membacanya adalah dengan cara pembiasaan membaca di rumah dan sekolah. Sehingga dengan adanya kemampuan membaca, kemampuan menulis seseorang tentu saja akan tumbuh. Membudayakan kebiasaan membaca harus dilatih secara kontinyu. Dengan demikian, kemampuan literasi mampu menjadi jantung dari semua proses pendidikan mulai dari pendidikan prasekolah sampai ke perguruan tinggi.
Dalam rangka menumbuhkan budaya literasi, SMK Bina Rahayu membuat pojok literasi dengan mengusung desain modern minimalis kekinian yang diharapkan mampu merangsang anak-anak milenial untuk gemar membaca.